infoemas.id – Awal Oktober 2025, Pemerintah menerbitkan PMK 51 dan 52 Tahun 2025 sebagai upaya memperjelas aturan perpajakan atas perdagangan emas batangan. Aturan ini menetapkan bahwa lembaga jasa keuangan, seperti bank bulion, bertindak sebagai pemungut pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 atas impor dan perdagangan emas. Tarif yang diberlakukan adalah 0,25%, kecuali untuk transaksi di bawah Rp10 juta yang dibebaskannya.
PMK 52 mengatur pengecualian terhadap PPh Pasal 22 untuk penjualan emas kepada konsumen akhir dan UMKM, sehingga beban pajak tidak terlalu berat bagi pengecer skala kecil.
Kilau Emas vs Potensi Distorsi Pajak
Emas selama ini menjadi primadona investasi alternatif di Indonesia, terutama saat kondisi ekonomi global bergejolak. Nilainya yang relatif stabil menarik banyak investor dan masyarakat kelas menengah ke atas. Namun, perdagangan emas kerap menghadapi risiko ekonomi bayangan dan penghindaran pajak karena banyak transaksi tidak tercatat resmi. Aturan PMK bertujuan memperkecil celah ini. Dengan memajaki perdagangan emas di lembaga keuangan resmi, pemerintah berharap dapat memperluas basis penerimaan pajak. Hanya saja, tantangan tetap ada: bila pemungutan dianggap memberatkan atau rumit, pelaku perdagangan bisa kembali memilih jalur informal.
Keseimbangan Kepentingan & Rekomendasi Kebijakan
Pemerintah perlu menjaga keseimbangan antara tujuan fiskal dan keberlangsungan sektor emas. Pajak tinggi yang mendadak bisa menekan permintaan dan mendorong pasar gelap. Untuk itu, kebijakan harus progresif, transparan, dan mempertimbangkan kapasitas UMKM.
Beberapa langkah yang bisa diterapkan: memperkuat sistem pelaporan digital real-time, memperjelas batas transaksi yang dibebaskan pajak, serta menggandeng platform fintech supaya transaksi emas tercatat secara resmi.
Penting juga untuk melakukan edukasi masyarakat agar memahami bahwa membayar pajak pada transaksi emas itu bukan beban semata, tapi salah satu pilar keadilan fiskal.
Harapan agar Kilau Emas Tak Terselubung Pajak Gelap
Dari satu sisi, emas tetap menjadi aset bernilai bagi banyak orang. Dari sisi lain, bayang-bayang pajak yang tidak adil bisa meredam manfaatnya.
Kalau aturan baru dijalankan dengan hati-hati — dengan pengecualian yang proporsional, sistem digital pelaporan, dan dukungan bagi pelaku usaha kecil — maka kilau emas bisa kembali bersih dari bayang-bayang ekonomi gelap.
Dengan begitu, emas bukan sekadar komoditas investasi, tapi juga instrumen keadilan dalam kerangka perpajakan nasional.
