KFC (FAST) Lepas 15% Saham Jagonya Ayam ke Perusahaan Afiliasi Keluarga Haji Isam senilai Rp 54,44 Miliar

infoemas.id – FAST melepas sebagian saham Jagonya Ayam Indonesia (JAI) kepada entitas milik keluarga Haji Isam. Transaksi ini menarik perhatian pasar karena nilai dan implikasinya terhadap struktur kepemilikan perusahaan.

Detail Transaksi dan Kepemilikan

Pada 3 Juli 2025, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pemegang lisensi KFC Indonesia, melepas 41.877 lembar saham baru Seri A perusahaan anaknya, JAI, yang setara dengan 15% kepemilikan JAI, dengan nilai transaksi Rp 54,44 miliar. Perusahaan pembeli adalah PT Shankara Fortuna Nusantara (SFN), yang merupakan afiliasi keluarganya Haji Isam. Dalam struktur SFN, Liana Saputri memegang 45%, Putra Rizky Bustaman 45%, dan Bani Adityasuny Ismiarso 10%. Meskipun melepas saham, FAST tetap mempertahankan kendali atas JAI dengan kepemilikan 55%, sehingga masih menjadi pengendali utama operasional dan keputusan strategis JAI.

Alasan Strategis dan Manfaat

Manajemen FAST menyatakan bahwa transaksi ini bertujuan memperkuat struktur pendanaan JAI dan membuka ruang bagi kolaborasi baru dalam ekspansi bisnis. Dengan struktur kepemilikan baru, perusahaan berharap efisiensi operasional meningkat, terutama dalam rantai pasok daging ayam dan produk olahan. FAST juga menyatakan bahwa mereka akan tetap memperoleh manfaat dari efisiensi harga pasokan bahan baku dari JAI. Selain itu, divestasi ini dianggap sebagai bagian dari strategi jangka panjang FAST agar JAI memiliki fleksibilitas keuangan lebih besar dalam pengembangan usaha.

Reaksi Pasar dan Tantangan Ke Depan

Pasar merespons positif kabar ini. Saham FAST melonjak hingga ke batas maksimal harian, naik 24,46% ke harga Rp 346 per saham dalam sesi perdagangan. Volume transaksi melonjak hingga 27,37 juta saham, dengan nilai perdagangan mencapai Rp 9,12 miliar.
Namun, tantangan tetap ada. Meski kolaborasi strategis bisa mendatangkan sinergi, sektor restoran cepat saji menghadapi tekanan biaya operasional tinggi, persaingan ketat, dan fluktuasi daya beli konsumen. Analis menilai langkah ini perlu ditopang inovasi produk, efisiensi tinggi, dan manajemen risiko agar investasi tetap menguntungkan.