infoemas.id – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa komoditas emas perhiasan terus mengalami kenaikan harga tanpa jeda sejak September 2023. Kenaikan ini kini sudah berlangsung selama 25 bulan berturut-turut, menjadikannya salah satu penyumbang inflasi yang konsisten di sektor non-pangan nasional.
Lonjakan Inflasi dan Kontribusinya
Pada September 2025, inflasi emas perhiasan mencapai 1,24 persen (mtm), menjadi yang tertinggi dalam lima bulan terakhir. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa emas perhiasan masih menjadi komoditas dengan tren inflasi terpanjang di antara barang konsumsi lainnya.
“Kalau kita lihat, komoditas emas perhiasan telah mengalami inflasi dalam 25 bulan berturut-turut. Jadi dalam dua tahun terakhir, harganya tidak pernah turun,” ujar Amalia.
BPS mencatat, emas perhiasan menyumbang 0,08 persen terhadap inflasi umum bulan tersebut. Di dalam kelompok pengeluaran “perawatan pribadi dan jasa lainnya”, kontribusinya mencapai 9,59 persen. Artinya, pergerakan harga emas memiliki dampak signifikan terhadap inflasi nasional meski bukan termasuk kebutuhan pokok.
Permintaan Tinggi dan Dampak Ekonomi
Tren kenaikan harga emas menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap logam mulia, baik sebagai instrumen investasi maupun perhiasan. Permintaan dari dua sektor ini memperkuat tekanan terhadap harga, apalagi di tengah kondisi global yang masih dipenuhi ketidakpastian ekonomi.
Lonjakan harga emas juga memunculkan efek lanjutan terhadap daya beli masyarakat. Walau bukan kebutuhan primer, kenaikan harga emas bisa menekan pengeluaran rumah tangga dan memicu kenaikan harga pada sektor non-pangan lainnya. Bagi kalangan menengah ke atas, emas tetap menjadi simbol stabilitas dan aset lindung nilai. Namun, bagi pelaku industri perhiasan, kenaikan harga bahan baku justru meningkatkan biaya produksi dan menekan margin keuntungan.
Gambaran Inflasi Nasional
Secara umum, BPS mencatat inflasi nasional sebesar 0,21 persen (mtm) pada September 2025 dibanding Agustus. Secara tahunan (year on year), inflasi mencapai 2,65 persen, sedangkan inflasi tahun kalender (year to date) tercatat 1,82 persen.
Sektor makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi dengan kenaikan 0,38 persen dan kontribusi 0,11 persen terhadap inflasi umum. Namun, sektor logam mulia, terutama emas perhiasan, kini muncul sebagai faktor tambahan yang ikut menjaga tekanan inflasi di level menengah.
Tantangan ke Depan
Kenaikan harga emas perhiasan selama lebih dari dua tahun menjadi sinyal kuat bahwa tren investasi logam mulia masih bertahan. Namun, pemerintah dan otoritas moneter perlu mencermati potensi dampaknya terhadap daya beli masyarakat. Bila harga terus naik tanpa stabilisasi, tekanan inflasi di sektor non-pangan bisa semakin besar.
Masyarakat juga perlu lebih bijak dalam merespons kenaikan harga emas. Investasi emas memang tergolong aman, tetapi potensi koreksi harga tetap ada jika pasar global berbalik arah.
Ke depan, kestabilan harga emas akan bergantung pada kombinasi antara permintaan domestik, situasi ekonomi global, dan kebijakan moneter yang menjaga keseimbangan antara nilai tukar dan inflasi. Dengan pemantauan yang cermat, pemerintah dapat menjaga agar tren kenaikan harga emas tidak menimbulkan tekanan lebih luas terhadap perekonomian nasional.
