Harga Emas Menguat di Tengah Ketidakpastian Politik dan Ekonomi AS

Kenaikan Harga Emas Menutup Tiga Hari Penurunan

Emas Batangan

Ketegangan politik serta kondisi ekonomi yang tidak stabil di Amerika Serikat kembali menjadi pendorong naiknya harga emas dunia. Berdasarkan data dari Refinitiv, pada Kamis, 29 Mei 2025, harga emas mengalami kenaikan sebesar 0,81% dan ditutup di angka US$ 3.315,89 per troy ons. Kenaikan ini sekaligus menutupi kerugian yang terjadi dalam tiga hari perdagangan sebelumnya, di mana logam mulia tersebut tercatat turun sebesar 2,06%.

Kembalinya harga emas ke kisaran US$ 3.300 menjadi indikasi kuat bahwa pasar kembali melirik aset safe haven ini di tengah gejolak global. Namun, pada Jumat pagi, 30 Mei 2025 pukul 06.10 WIB, harga emas sedikit terkoreksi sebesar 0,05%, turun ke posisi US$ 3.314,19 per troy ons.

Data Pengangguran AS Jadi Pemicu Lonjakan Harga

Naiknya harga emas baru-baru ini turut dipengaruhi oleh meningkatnya angka klaim tunjangan pengangguran di Amerika Serikat. Berdasarkan laporan resmi, klaim awal meningkat sebesar 14.000 menjadi 240.000 untuk pekan yang berakhir pada 24 Mei, jauh di atas ekspektasi pasar yang memperkirakan hanya 230.000 klaim.

Tidak hanya itu, klaim lanjutan juga meningkat signifikan sebanyak 26.000, menjadi total 1.919.000. Angka ini adalah yang tertinggi sejak November 2021, serta jauh melampaui proyeksi penurunan yang sebelumnya diperkirakan berada di angka 1.890.000.

Kondisi ini menunjukkan adanya tekanan pada sektor ketenagakerjaan AS, yang dapat mempercepat langkah Federal Reserve dalam menurunkan suku bunga sebagai upaya stabilisasi ekonomi.

Analisis Pasar: Peluang Pemangkasan Suku Bunga oleh The Fed

Menurut analis independen logam mulia Tai Wong, lonjakan jumlah klaim pengangguran menjadi sinyal penting bagi bank sentral AS. “Peningkatan klaim mingguan menunjukkan pelemahan sektor kerja dan bisa mendorong The Fed untuk segera memangkas suku bunga,” ujar Wong dalam wawancaranya dengan Reuters.

Selain itu, para investor kini menanti data penting lain dari AS. Yaitu Personal Consumption Expenditures (PCE), yang akan dirilis dalam waktu dekat. Data ini menjadi acuan utama bagi The Fed dalam menentukan arah kebijakan moneternya ke depan.

Pasar emas pun terus mencermati dinamika ini, mengingat kebijakan suku bunga sangat berpengaruh terhadap harga logam mulia. Penurunan suku bunga biasanya meningkatkan daya tarik emas karena menurunkan opportunity cost dalam memilikinya.

Tarif Trump dan Dampaknya pada Sentimen Investor

Faktor lain yang memengaruhi pergerakan emas adalah perkembangan politik dalam negeri AS. Pengadilan perdagangan AS memutuskan bahwa kebijakan tarif “resiprokal” yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump melebihi batas kewenangan hukum. Putusan tersebut menyatakan bahwa sebagian besar tarif harus dibatalkan, dan sempat menciptakan harapan akan meredanya ketegangan dagang.

Namun, langkah cepat dari pihak pemerintah untuk mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi justru memicu kembali ketidakpastian. Pemerintah AS bahkan menyatakan siap membawa kasus ini ke Mahkamah Agung guna membatalkan putusan awal.

Proses hukum yang panjang dan belum berujung membuat pelaku pasar memilih bersikap hati-hati. Ketidakpastian terhadap arah kebijakan perdagangan AS turut menambah tekanan terhadap iklim ekonomi global.

Emas Kembali Jadi Instrumen Pelindung Nilai

Di tengah ketidakpastian global dan potensi perlambatan ekonomi. Emas kembali berperan sebagai aset yang dicari oleh para investor untuk menjaga nilai kekayaan mereka. Situasi seperti meningkatnya angka pengangguran, ketegangan geopolitik, serta ketidakjelasan arah kebijakan ekonomi membuat permintaan terhadap emas meningkat signifikan.

Dengan segala perkembangan tersebut, para pelaku pasar akan terus memantau berbagai data ekonomi dan keputusan politik yang dapat memengaruhi pergerakan harga emas di hari-hari mendatang.

Emas sekali lagi membuktikan diri sebagai aset safe haven yang dapat diandalkan saat kondisi global penuh ketidakpastian.