infoemas.id – Pada Kamis, 16 Oktober 2025, harga jual emas batangan 24 karat dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam) menorehkan rekor baru. Harga emas naik hingga Rp 2.407.000 per gram, tertinggi sepanjang sejarah perdagangan domestik. Sehari sebelumnya, harga masih di kisaran Rp 2.383.000 per gram, dan dua hari sebelumnya berada di level Rp 2.360.000 per gram. Ukuran lain juga mengalami kenaikan signifikan, di mana emas 0,5 gram dijual Rp 1.253.500 dan ukuran 10 gram mencapai Rp 23.565.000. Tren kenaikan ini memperlihatkan bahwa minat masyarakat terhadap emas masih sangat tinggi di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Faktor Pendorong Kenaikan
Kenaikan harga emas yang tajam ini didorong oleh berbagai faktor ekonomi global dan domestik. Harga emas dunia sempat menyentuh rekor tertinggi di atas USD 3.800 per troy ons, mencerminkan meningkatnya minat investor terhadap aset lindung nilai. Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika juga menjadi faktor utama yang mengangkat harga emas dalam negeri. Selain itu, kebijakan moneter longgar di beberapa negara besar ikut memperkuat ekspektasi kenaikan permintaan terhadap logam mulia. Analis pasar berpendapat bahwa investor tengah mencari instrumen aman di tengah potensi gejolak ekonomi global dan inflasi yang belum sepenuhnya terkendali.
Dampak dan Respons Investor
Lonjakan harga ini membuat banyak investor emas di Indonesia mencatatkan keuntungan signifikan dari kepemilikan logam mulia. Namun, bagi konsumen yang membeli emas untuk keperluan jangka panjang, kenaikan ini menjadi dilema tersendiri. Di satu sisi, emas masih dianggap sebagai aset paling stabil. Di sisi lain, harga tinggi membuat daya beli masyarakat melemah. Sebagai ilustrasi, dengan harga 1 gram Rp 2.407.000, maka emas 25 gram kini bernilai sekitar Rp 58.787.000. Kondisi tersebut menuntut strategi pembelian yang lebih hati-hati agar tidak terjebak pada harga puncak.
Kenaikan harga emas ini diperkirakan masih berlanjut hingga akhir tahun 2025. Beberapa analis memperkirakan harga berpotensi menembus Rp 2,5 juta per gram bila kondisi geopolitik global dan inflasi tetap tinggi. Meski begitu, koreksi harga tetap mungkin terjadi apabila nilai tukar rupiah menguat atau bank sentral global kembali mengetatkan kebijakan suku bunga. Karena itu, pelaku pasar disarankan terus memantau perkembangan ekonomi global, termasuk kebijakan The Federal Reserve dan pergerakan dolar AS, untuk menentukan langkah investasi yang tepat.
